Kementan: Subsidi dan Program Pertanian Efektif, Faisal Basri gagal Paham

By Admin


-Faisal Basri Sudah Pikun

nusakini.com - Menanggapi pernyataan ekonom Faisal Basri pada bisnis.com senin 5 /12/2016 tentang efektivitas subsidi pertanian. Dr Ana Astrid, Kepala Subbidang Data Sosial Ekonomi Kementerian Pertanian, menyatakan bahwa alokasi subsidi pertanian adalah relatif konstan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Subsidi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan telah berkontribusi nyata terhadap produksi. Subsidi bukan sekedar carity, namun sebagai sarana efektif transfer teknologi pemupukan berimbang dan penggunaan benih unggul kepada petani.

Subsidi pertanian dan berbagai kebijakan berupa regulasi, membangun infrastruktur hulu-hilir, mekanisasi pertanian, mengatur tata niaga pangan serta mengendalikan impor dan mendorong ekspor, hasilnya selama dua tahun ini sudah terlihat dan dinikmati petani. 

Untuk diketahui data BPS, produksi padi 2015 naik 6,64% dan 2016 naik lagi 4,96%. Produksi padi dua tahun terakhir naik 8,4 juta ton setara Rp 38,5 trlliun. Selanjutnya produksi jagung 2016 naik 18,11%, tambahan produksi dua tahun 4,2 juta ton itu senilai Rp 15,9 triliun. Produksi padi dan jagung ini adalah capaian tertinggi selama 20 tahun. 

Nilai tambah produksi pada 24 komoditas pertanian dua tahun terakhir senilai Rp 171 triliun. Kinerja peningkatan produksi pangan inilah yang menjadi domain Kementerian Pertanian, ujar Ana. Senin (5/12/2016) malam. 

Indonesia terkena musibah El-Nino 2015 yang lebih tinggi dibandingkan 1997 dan La-Nina terjadi pada 2016. Berkat Upaya Khusus kita tetap mampu meningkatkan produksi dan pada 2016 tidak ada rekomendasi dan ijin impor beras premium. Bila tidak ada upaya khusus dan antisipasi, maka impor beras 1998-1999 sebesar 12 juta ton bila diekstrapolasi dengan penduduk sekarang maka semestinya 2016 ini membutuhkan impor 16,6 juta ton. 

Keberhasilan meningkatkan produksi dan menyediakan pangan inipun diakui dunia. Data EIU pada GFSI 2016 menyatakan Ketahanan Pangan Indonesia meningkat terbesar di dunia dengan indeks 2.7 dan Aspek Ketersediaan Pangan naik tinggi di peringkat 66, lanjut Ana. 

Menganalisis kesejahteraan petani jangan terpaku pada satu indikator Nilai Tukar Petani (NTP) saja, nanti Faisal Basri bisa sesat pikir. Mengingat indeks harga berfluktuasi secara harian dan bulanan, maka untuk melihat kemampuan daya beli petani semestinya tidak hanya membandingkan NTP waktu sesaat sebulan, tetapi juga lihat Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam kurung waktu panjang. 

Secara keseluruhan NTP bulan November 2016 memang sedikit turun itu adalah fenomena bulanan pada beberapa subsektor dan biasanya pada bulan Desember akan meningkat lagi. 

Silakan dianalasis indikator NTUP yang mencerminkan kemampuan dari usaha pertaniannya. Untuk diketahui NTUP seluruh subsektor positif di atas 100. NTUP pada 2015 sebesar 109,38 dan rerata 2016 sebesar 109,86. NTUP ini meningkat dari bulan ke bulan dan tahun ke tahun.

"Saudara Faisal Basri tentunya sangat paham bahwa kesejahteraan petani bukan hanya dilihat dari NTP dan NTUP. Semestinya dilihat juga dari tingkat kemiskinan di perdesaan. Data BPS, penduduk miskin di perdesaan Maret 2016 sebanyak 17,67 juta jiwa turun 0,22 juta jiwa dibandingkan September 2015. Sebelumnya periode September 2015 jumlah penduduk miskin di perdesaan 17,89 juta jiwa turun 46 ribu dari 17,94 juta jiwa pada Maret 2015", ujar Ana. 

Selanjutnya, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di pedesaan diukur rasio gini atau indeks gini data BPS. Gini rasio di perdesaan Maret 2016 sebesar 0,327 menurun 0,007 poin dibanding rasio gini Maret 2015 sebesar 0,334 dan menurun 0,002 poin dibanding rasio September 2015 sebesar 0,329. Ini kan menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di desa semakin kecil, lanjut Ana.    

“Sangat disayangkan pernyataan Faisal Basri yang tidak mampu membaca data yang sudah sangat jelas sehingga dia tidak mengerti apa saja keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan pertanian Indonesia selama ini. Mungkin dia sudah pikun,'' kata Ana. 

“Coba lihat di Kementerian Pertanian yang telah mampu melakukan tindakan tegas dan membongkar mafia beras dan mafia pupuk yang selama ini telah banyak merugikan negara dan petani kita. Sedangkan dia (Faisal Basri) yang selama ini telah dibayar negara untuk membongkar serta memberantas mafia migas, sama sekali tak menunjukkan prestasi apa-apa” 

“Bagi yang masih mengedepankan akal sehat dan pikiran waras, mungkin sebaiknya mengabaikan apa yang disampaikan Faisal Basri sehingga tidak menguras energi dan mengganggu laju kinerja pemerintah yang saat ini sedang bersemangat mencapai target yang ditetapkan”. kunci Ana.(p/mk)